PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PENGGUNAAN ARTIFICIAL INTELEGENCE DI TENGAH KEBEBASAN BEREKSPRESI

 


Perkembangan teknologi kecerdasan buatan Artifical Intelegence (AI) telah menghadirkan manfaat besar di berbagai sektor kehidupan. Salah satu bentuk penerapannya yang kini mendapat perhatian luas, yaitu metode manipulasi gambar, suara, atau video animasi digital sehingga menyerupai individu lain secara sangat meyakinkan. Teknologi ini memiliki potensi untuk digunakan secara kreatif dan inovatif. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam beberapa kasus, AI juga dimanfaatkan secara tidak semestinya hingga menimbulkan persoalan hukum dan etika.

Belakangan ini, masyarakat dihadapkan pada fenomena penyebaran konten digital yang memuat gambar atau video menyerupai sosok tertentu dalam situasi yang dianggap tidak pantas atau melanggar norma kesusilaan. Kendati konten semacam ini mungkin dimaksudkan sebagai bentuk ekspresi atau hiburan, tetap ada batasan yang perlu dipertimbangkan terutama jika hal tersebut menyentuh hak privasi atau merugikan nama baik seseorang.

Dalam kerangka hukum positif Indonesia, penyebaran konten yang bermuatan kesusilaan melalui sarana elektronik diatur secara tegas. Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menyatakan bahwa setiap orang dilarang menyebarkan informasi elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana terhadap pelanggaran ini dapat berupa pidana penjara hingga enam tahun dan/atau denda hingga satu miliar rupiah. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi pada Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 29 juga mengatur larangan terhadap produksi dan penyebaran konten yang secara eksplisit menampilkan tindakan yang melanggar norma kesopanan.

Namun, persoalan menjadi lebih kompleks ketika AI digunakan dalam konteks kritik sosial atau politik. Misalnya, dalam kasus di mana seseorang memanipulasi foto tokoh publik dalam bentuk yang dianggap kurang etis, tetapi dilakukan dengan dalih sebagai bentuk ekspresi atau kritik terhadap kepentingan demokrasi. Situasi semacam ini menghadirkan perdebatan antara batas kebebasan berekspresi dan perlindungan terhadap martabat pribadi seseorang.

Secara normatif, tindakan tersebut tetap dapat dinilai melanggar ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU ITE apabila kontennya memuat muatan kesusilaan, terlepas dari niat di baliknya. Begitu pula Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik juga bisa dikenakan apabila unggahan digital tersebut dinilai merugikan secara reputasi. Namun, penting untuk dicatat bahwa dalam sistem hukum pidana Indonesia dikenal prinsip delik aduan yang artinya, proses hukum atas dugaan pencemaran nama baik atau pelanggaran kesusilaan ini dapat dilakukan apabila ada laporan dari pihak yang merasa dirugikan secara langsung.

Di sisi lain, pelaku yang membuat konten semacam itu juga memiliki hak atas perlindungan hukum, terutama apabila tindakan tersebut tidak dimaksudkan untuk menyebarkan kebencian atau merusak martabat secara personal, melainkan sebagai bentuk partisipasi dalam diskursus publik. Dalam kerangka hak asasi manusia, kebebasan berekspresi dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dan juga dalam berbagai instrumen internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Oleh karena itu, setiap penegakan hukum terhadap konten digital harus mempertimbangkan secara proporsional antara niat, dampak, dan konteks sosial dari suatu tindakan.

Namun demikian, tantangan dalam menegakkan hukum terhadap penyalahgunaan teknologi AI masih cukup kompleks. Batas antara kritik, ekspresi kreatif, dan pelanggaran hukum sering kali sulit ditentukan secara pasti. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan yang tidak hanya represif, tetapi juga edukatif baik kepada masyarakat umum, pelaku digital kreatif, maupun aparat penegak hukum.

Referensi :

Yolanda Frisky Amelia, Arfan Kaimuddin, Hisbul Luthfi Ashsyarofi,  (2024), Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Terhadap Korban Penyalahgunaan Artificial Intelligence Deepfake Menurut Hukum Positif Indonesia, Journal Dinamika, Vol, 30 No.1


Posting Komentar

0 Komentar